Mempelajari Tahapan Janin Manusia Menurut Alquran dan Ilmu Pengetahuan

Kajian mengenai embriologi dalam Alquran merupakan salah satu bukti kemukjizatan kitab suci umat Islam yang paling menakjubkan. Jauh sebelum ilmu pengetahuan modern dengan teknologi canggihnya mampu menguak tabir proses penciptaan manusia di dalam rahim, Alquran telah menggambarkannya dengan sangat detail dan akurat.
Penjelasan ini bukan hanya sekadar narasi, melainkan sebuah penegasan ilmiah yang hingga kini terus membuat para ilmuwan berdecak kagum. Bagaimana mungkin sebuah kitab yang diturunkan lebih dari 14 abad yang lalu mampu menguraikan proses yang baru bisa dibuktikan oleh sains di era modern? Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai fase perkembangan embrio manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran, serta relevansinya dengan ilmu embriologi kontemporer.
Tahap Awal Penciptaan: Dari Saripati Tanah Menjadi Nutfah
Proses penciptaan manusia, menurut Alquran, berawal dari esensi yang berasal dari tanah. Sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Mu’minun ayat 12, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.” Ayat ini secara implisit mengisyaratkan bahwa unsur-unsur kimiawi yang membentuk tubuh manusia berasal dari tanah. Ilmu pengetahuan modern membenarkan hal ini, di mana tubuh kita tersusun dari berbagai elemen seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, dan lainnya yang semuanya dapat ditemukan di dalam tanah.
Selanjutnya, proses penciptaan beralih ke tahap nutfah. Dalam konteks embriologi dalam Alquran, nutfah sering diterjemahkan sebagai setetes air mani atau cairan yang hina. Alquran menyebutkan dalam Surat Al-Insan ayat 2, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur (nutfatin amsyaj) yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” Istilah nutfatin amsyaj (air mani yang bercampur) secara ilmiah sangatlah tepat. Ilmu embriologi modern menjelaskan bahwa zigot terbentuk dari pertemuan antara sperma (dari laki-laki) dan ovum (dari perempuan). “Campuran” ini tidak hanya merujuk pada perpaduan dua sel gamet, tetapi juga cairan-cairan komplemen yang menyertainya dari kedua belah pihak, yang masing-masing memiliki fungsi spesifik dalam proses pembuahan. Penempatan nutfah ini pun dijelaskan berada di tempat yang kokoh (qararin makin), yaitu rahim, sebuah organ yang luar biasa terlindungi di dalam tubuh wanita.
‘Alaqah: Segumpal Darah yang Melekat
Setelah tahap nutfah, Alquran memperkenalkan fase berikutnya yang disebut ‘alaqah. Kata ini memiliki tiga makna yang sangat relevan dengan kondisi embrio pada tahap ini: (1) lintah, (2) sesuatu yang tersuspensi atau melekat, dan (3) segumpal darah. Penjelasan ini terdapat dalam Surat Al-Alaq ayat 2, “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (‘alaq).” Mari kita bedah ketiga makna ini dari sudut pandang sains.
Pertama, embrio pada usia sekitar 7-24 hari memiliki bentuk yang sangat mirip dengan lintah. Ia menempel dan menggantung pada dinding rahim untuk menyerap nutrisi dari darah ibu, persis seperti cara lintah menghisap darah. Kedua, makna “sesuatu yang melekat” secara akurat menggambarkan proses implantasi, di mana blastosis (tahap awal embrio) menanamkan dirinya ke dalam endometrium (dinding rahim). Proses pelekatan ini sangat krusial untuk kelangsungan hidup dan perkembangan embrio selanjutnya. Ketiga, makna “segumpal darah” juga tidak keliru. Pada tahap ini, darah mulai terbentuk di dalam embrio dalam bentuk pulau-pulau darah, dan sistem kardiovaskular primitif mulai berkembang. Meskipun dari luar tampak seperti gumpalan darah, di dalamnya terjadi proses diferensiasi sel yang sangat kompleks. Keakuratan multi-makna dari kata ‘alaqah ini adalah sebuah keajaiban linguistik dan ilmiah yang tak terbantahkan dalam kajian embriologi dalam Alquran.
Mudghah: Segumpal Daging yang Terkunyah
Fase selanjutnya setelah ‘alaqah adalah mudghah, yang secara harfiah berarti “segumpal daging yang dikunyah” atau “zat seperti permen karet”. Deskripsi ini disebutkan dalam kelanjutan Surat Al-Mu’minun ayat 14, “…lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging (mudghah)…” Istilah ini dengan sangat brilian menggambarkan penampilan embrio pada usia sekitar 24-26 hari. Pada tahap ini, embrio mulai membentuk segmen-segmen yang disebut somit. Struktur somit ini jika dilihat di bawah mikroskop elektron memang tampak seperti bekas gigitan atau kunyahan pada segumpal daging.
Lebih menakjubkan lagi, ayat tersebut melanjutkan, “…dan segumpal daging itu ada yang Kami ciptakan dengan sempurna kejadiannya dan ada yang tidak sempurna (mukhollaqatin wa ghairi mukhollaqah).” Para ahli tafsir dan ilmuwan menafsirkan bagian ini sebagai proses diferensiasi sel. Pada tahap mudghah, sel-sel mulai berdiferensiasi untuk membentuk berbagai organ. Ada sel yang sudah mulai membentuk organ spesifik (sempurna kejadiannya) dan ada sel yang masih belum berdiferensiasi (tidak sempurna). Ini adalah deskripsi yang sangat akurat mengenai proses organogenesis (pembentukan organ) yang terjadi secara bertahap. Bagaimana mungkin Nabi Muhammad SAW bisa mengetahui detail mikroskopis seperti ini tanpa adanya teknologi modern? Ini semakin memperkuat kebenaran embriologi dalam Alquran.
Pembentukan Tulang, Otot, dan Daging (‘Izham dan Lahm)
Alquran kemudian menguraikan proses selanjutnya dengan urutan yang sangat presisi. Masih dalam Surat Al-Mu’minun ayat 14, “…lalu segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang (‘izham), lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging (lahm)…” Ayat ini menjelaskan bahwa pembentukan tulang mendahului pembungkusan oleh otot dan daging.
Penelitian embriologi modern telah mengkonfirmasi urutan ini. Pada akhir tahap mudghah (sekitar akhir minggu keempat), cikal bakal tulang rawan (kartilago) mulai terbentuk dari sel-sel mesenkim. Kerangka tulang rawan ini menjadi model bagi pembentukan tulang keras di tahap selanjutnya (osifikasi). Setelah kerangka dasar ini mulai terbentuk, sel-sel otot (myoblast) mulai berkembang di sekelilingnya, membungkus tulang-tulang tersebut. Urutan “tulang dahulu, baru daging (otot)” yang disebutkan Alquran 14 abad silam sepenuhnya selaras dengan temuan ilmu embriologi di abad ke-20. Keselarasan ini begitu sempurna sehingga Profesor Keith L. Moore, seorang ahli anatomi dan embriologi terkemuka dari Kanada, menyatakan kekagumannya dan mengakui bahwa penjelasan dalam Alquran pastilah berasal dari Tuhan.
Nasy’ah: Penciptaan Bentuk Lain yang Sempurna
Tahap akhir dari perkembangan embrio digambarkan dengan istilah nasy’ah. Ayat 14 dari Surat Al-Mu’minun ditutup dengan kalimat, “…kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain (khalqan akhar). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” Istilah khalqan akhar (makhluk yang berbentuk lain) menandakan sebuah transformasi besar. Setelah tulang dan otot terbentuk, embrio tidak lagi hanya sekadar gumpalan daging. Ia mulai mengambil bentuk sebagai manusia yang dapat dikenali.
Pada tahap janin (setelah minggu kedelapan), fitur-fitur wajah seperti mata, telinga, dan hidung mulai jelas. Anggota tubuh seperti tangan dan kaki telah terbentuk lengkap dengan jari-jarinya. Sistem organ internal terus mengalami pematangan. Janin mulai bisa bergerak, dan sidik jarinya yang unik mulai terbentuk. Transformasi dari mudghah menjadi janin dengan rupa manusia ini adalah sebuah lompatan kualitatif yang luar biasa, yang sangat tepat digambarkan Alquran sebagai “penciptaan bentuk lain”. Ini adalah puncak dari serangkaian proses menakjubkan yang menunjukkan kekuasaan dan keagungan Allah sebagai Sang Pencipta. Kajian embriologi dalam Alquran tidak hanya berhenti pada deskripsi fisik, tetapi juga mengajak kita untuk merenungkan kebesaran Sang Khaliq.
Penjelasan detail dan akurat mengenai fase-fase perkembangan janin ini merupakan bukti nyata bahwa Alquran bukanlah karangan manusia, melainkan wahyu ilahi. Setiap istilah yang digunakan—nutfah, ‘alaqah, mudghah, ‘izham, lahm—memiliki kedalaman makna ilmiah yang baru terungkap berabad-abad kemudian. Keselarasan antara Alquran dan sains modern dalam bidang ini seharusnya semakin memperteguh keimanan seorang Muslim dan membuka mata dunia akan kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Mempelajari embriologi dalam Alquran adalah sebuah perjalanan intelektual dan spiritual yang mengungkap keajaiban penciptaan di dalam diri kita sendiri.
Untuk mendalami lebih lanjut keajaiban-keajaiban Alquran dan memperkaya khazanah keilmuan Islam Anda, kami mengundang Anda untuk menjelajahi koleksi buku-buku Islam berkualitas. Temukan berbagai judul menarik, termasuk tafsir, sejarah, dan sains dalam perspektif Islam. Segera pesan buku-buku pilihan Anda hanya di Gema Risalah untuk mendapatkan pencerahan dan pengetahuan yang bermanfaat.