Wawasan Umum

Pengertian dan Pembagian Hukum Taklifi dan Hukum Wadh’i

hukum hukum taklifi

Sebagai seorang muslim, penting untuk mengetahui apa itu hukum taklifi dan hukum wadh’i yang sebenarnya. Kedua jenis hukum ini tentunya masih berkaitan dengan ilmu fiqih. Lalu, Apa itu fiqih dan pengertiannya?

Ilmu fiqih adalah bidang ilmu yang membahas tentang aspek kehidupan manusia, secara pribadi, hubungan bermasyarakat, hingga saat berhubungan dengan Tuhannya. Sedangkan untuk hukum taklifi dan juga hukum wadh’i, Anda bisa simak ulasannya secara lebih lengkap, di bawah ini :

Pengertian Hukum Taklifi dan Pembagiannya

Hukum Taklifi dan Hukum Wadh'i

Hukum taklifi adalah hukum yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk dikerjakan ataupun ditinggalkan. Didalam hukum taklifi terdapat ketentuan-ketentuan yang memiliki kaitan dengan dengan perbuatan seorang mukalaf, baik yang berbentuk anjuran, larangan, atau perintah yang tegas.

Mukalaf sendiri adalah seorang muslim yang sudah dikenai kewajiban ataupun perintah serta menjauhi larangan agama. Mereka yang mukalaf adalah mereka yang sudah dewasa serta tidak mengalami gangguan jiwa ataupun akal.

Hukum taklifi terdiri dari beberapa bagian atau bentuk yang sebaiknya diketahui oleh umat muslim, seperti yang berikut ini :

1. Wajib

Pengertian dari wajib sendiri adalah segala bentuk perbuatan yang akan membuat pelakunya mendapat pahala jika mengerjakannya. Namun saat seseorang tersebut tidak mengerjakan atau meninggalkanya perkara tersebut, maka ia akan mendapatkan siksa.

Adapun wajib menurut para ahli ushul fiqh diartikan sebagai “Wajib menurut syara’ ialah sesuatu yang dianut oleh syara’ untuk memperbuatnya dari mukallaf dengan tuntutan yang pasti”

2. Haram

Pengertian dari haram adalah perbuatan yang dilarang. Jika seseorag melakukannya, maka ia akan mendapatkan siksa, namun saat seseorang lebih memilih untuk meninggalkannya, maka ia akan mendapatkan pahala.

Sedangkan menurut ahli ushul, pengertian haram adalah “apa yang dituntut oleh syara’ untuk tidak melakukannya dengan tuntutan keras”.

3. Makruh

Makruh adalah perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan. Meski demikian, mereka yang melakukannya tidak akan mendapatkan konsekuensi. Dengan kata lain, sesuatu yang dilarang dalam melakukannya, namun seseorang tidak akan disiksa jika mengerjakannya.

Sedangkan para ahli ushul makruh adalah “apa yang dituntut syara’ untuk meninggalkan namun tidak begitu keras”.

4. Mubah

Menurut ahli ushul, mubah adalah “apa yang diberikan kebebasan kepada para mukalaf untuk memilih antara memperbuat atau meninggalkannya”.

Sedangkan pengertian secara umum adalah titah Allah yang memberikan kemungkinan kepada seseorang untuk memilih mengerjakan ataupun mengerjakan. Dan ketika dikerjakan, seseorang tidaklah mendapatkan ganjaran.

5. Sunah

Pengertian sunah adalah perbuatan yang jika dikerjakan, maka seseorang akan mendapatkan pahala, namun jika tidak melakukannya, ia juga tidak akan mendapatkan dosa. Sunah bisa juga diartikan mengenai segala sesuatu yang diperintahkan, namun perintah tersebut tidak harus dikerjakan.

Dengan memahami apa hukum taklifi dan pembagiannya, Anda bisa menghindari dan menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan menjauhi larangan. Alhasil, perbuatan buruk atau perbuatan yang tidak diperbolehkan juga bisa dihindari.

Pengertian Hukum Wadl’i dan Pembagiannya

Hukum Taklifi dan Hukum Wadh'i

Selain hukum taklifi, ada juga hukum wadhl’i yang sebaiknya Anda ketahui mulai dari pengertian dan juga pembagiannya. Hukum wadl’i sendiri adalah sesuatu yang menuntut untuk menjadikan sebab, syarat ataupun penghalang dari sesuatu yang lain.

Sebagai contoh dari hukum yang satu ini adalah orang junub yang menyebabkan dirinya harus melakukan mandi junud. Adapun contoh lainnya adalah orang yang memiliki banyak harta dan sudah mencapai nisabnya, maka hal ini menjadi sebab ia harus mengeluarkan zakat. Hukum wadl’i dibagi menjadi beberapa macam, seperti yang berikut :

1. Sebab

Sebab adalah sesuatu yang dijadikan sebagai pertanda atas sesuatu yang dijadikan sebagai akibatnya. Sebab dihubungkan dengan akibat, karena adanya sebab, maka muncullah akibat yang merupakan efek dari penyebab tersebut. Sebab sendiri dibagi menjadi 2 yakni sebab yang di luar kemampuan serta sebab yang berada di dalam batas kemampuan.

Adapun jenis sebab yang di luar kemampuan, contohnya adalah tergelincirnya matahari yang menjadi sebab dari masukkya waktu salat dzuhur. Sedangkan sebab yang masih di dalam batas kemampuan manusia, contohnya adalah seseorang yang berada di dalam perjalanan, sehingga menjadi sebab baginya untuk meng-qashar salatnya.

2. Syarat

Syarat adalah pelengkap sebab hukum, sebagai contoh adanya akad nikah yang menjadi syarat dari pergaulan antara suami dan juga istri. Namun akad akan dianggap sah, jika dihadiri oleh 2 orang saksi. Jika syarat-syarat yang ditetapkan telah terpenuhi, maka semua perjanjian dan juga tindakan baru akan dianggap sah.

Contoh lainnya adalah wudlu yang menjadi salah satu syarat sahnya salat. Jika belum berwudlu, maka salat juga tidak dapat dilaksanakan.

3. Mani’

Secara etimologi, kata mani’ bisa diartikan dengan penghalang dari sesuatu. Sedangkan yang dimaksud dengan mani’ menurut ahli adalah “apa yang memastikan adanya tidak ada hukum atau batal sebab hukum sekalipun menurut syara’ telah terpenuhi syarat dan rukunnya tetapi karena adanya mani’ (yang mencegah) berlakunya hukum atasnya”

Sebagai contoh adalah mani’ atau rintangan yang menghalangi kewajiban melakukan zakat. Hal ini bisa terjadi saat seseorang memiliki hutang yang bisa mengurangi nisabnya. Dengan adanya hutang tersebut, maka wajib zakat menjadi terhalang.

4. Shah

Di bidang ibadah, maka bisa dikatakan sah jika tujuannya sudah tercapai. Yakni, perbuatan sudah dilakukan sesuai dengan apa yang diperintahkan dan sudah memenuhi rukun dan juga syaratnya.

Sah digunakan secara mutlak dalam 2 pandangan yakni sebagai berikut :

  • Sah, bahwa perbuatan tersebut memiliki pengaruh arti untuk kehidupan akhirat, sebagai contoh adalah seseorang berhak mendapatkan pahala jika perbuatan sah dilakukan.
  • Sah bahwa perbuatan tersebut memberikan pengaruh ke kehidupan dunia yakni memiliki arti secara hukum. Ibadah bisa dikatakan sah jika sudah melepaskan orang dari tanggung jawab kepada Allah dan menggugurkan kewajiban qadha jika memang ada hal yang dapat di qadha

5. Batal

Ada juga batal yang merupakan kebalikan dari sah. Pengertian dari batal bisa dilihat dari segi dalam bidang apa kata ini digunakan. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :

  • Batal karena tidak berbekasnya perbuatan pelaku di akherat dan tidak menerima pahala atas perbuatan tersebut
  • Batal karena tidak berbekasnya perbuatan pelaku di kehidupan yang nyata

Sebagai seorang muslim, penting untuk tahu mengenai apa itu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Dari berbagai jenis hukum tersebut, kita bisa tahu jika ada banyak hal yang telah diatur sedemikian rupa, mengenai boleh dan tidak bolehnya sesuatu tersebut dilakukan. Seseorang juga bisa tahu hukum-hukum penting lainnya dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.

Apakah Anda tengah membutuhkan jasa percetakan alquran berpengalaman? Maka bisa menghubungi Gema Risalah Press. Kami merupakan salah satu jasa percetakan Al-Qur’an yang menyediakan Al-Qur’an & Buku – Buku Islam untuk berbagai kebutuhan. Seperti Wakaf Al-Qur’an, untuk Sekolah / Universitas, Al-Qur’an untuk pengajian dan jamaah, dan lainnya.

Back to list

Related Posts

One thought on “Pengertian dan Pembagian Hukum Taklifi dan Hukum Wadh’i

  1. Rival berkata:

    Izin share ya ka di akun ig

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *